Selamat Datang! di Cafebahasa dan Drama-Bambang Setiawan-Blog Informasi Drama-Jangan lupa isikan Komentar Anda demi perbaikan ke depan-Kirim artikel Anda untuk diposting-bbg_cla@yahoo.com

Rabu, 18 Januari 2012

Unsur Drama & Pementasan

UNSUR-UNSUR DRAMA

   Dalam drama tradisional (khususnya Aristoteles), lakon haruslah bergerak maju dari suatu beginning (permulaan), melalui middle (pertengahan), dan menuju pada ending (akhir). Dalam teks drama disebut sebagai eksposisi, komplikasi, dan resolusi. Eksposisi, adala bagian awal yang memberikan informasi kepada penonton yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya atau memperkenalkan siapa saja tokoh-tokohnya yang akan dikembangkan dalam bagian utama dari lakon, dan memberikan suatu indikasi mengenai resolusi. Komplikasi, berisi tentang konflik-konflik dan pengembangannya. Gangguan-gangguan, halangan-halangan dalam mencapai
tujuan, atau kekeliruan yang dialami tokoh utamanya. Alam komplikasi inilah dapat diketahui bagaimana watak tokoh utama (yang menyangkut protagonis dan antagonisnya). Resolusi, adalah bagian klimaks (turning point) dari drama. Resolusi haruslah berlanagsung secara logis dan memiliki kaitan yang wajar dengan apa-apa yang terjadi sebelumnya. Akhir dari drama bisa happy-en atau unhappy-end.
Karakter merupakan sumber konflik dan percakapan antartokoh. Dalam sebuah drama harus ada tokoh yang kontra dengan tokoh lain. Jika dalam drama karakter tokohnya sama maka tidak akan terjadi lakuan. Drama baru akan muncul kalau ada karakter yang saling berbenturan. Dialog merupakan salah satu unsur vital. Oleh karena itu, ada dua syarat pokok yang tidak boleh diabaikan, yaitu (1) dialog harus wajar, emnarik, mencerminkan pikiran dan perasaan tokoh yang ikut berperan, (2) dialog harus jelas, terang, menuju sasaran, alamiah, dan tidak dibuat-buat.
Unsur Pementasan, sebagai berikut:
1.   Dalam pentas drama sekurang-kurangnya ada 6 unsur yang perlu dikenal, yaitu (1) naskah drama, (2) sutradara, (3) pemeran, (4) panggung, (5) perlengkapan panggung : cahaya, rias, bunyi, pakaian, dan (6) penonton.
2.      Naskah drama. Adalah bahan pokok pementasan. Secara garis besar naskah drama dapat berbentuk tragedi (tentang kesedihan dan kemalangan), dan komedi (tentang lelucon dan tingka laku konyol), serta disajikan secara realis (mendekati kenyataan yang sebenarnya dalam pementasan, baik dalam bahasa, pakaian, dan tata panggungnya, serta secara simbolik (dalam pementasannnya tidak perlu mirip apa yang sebenarnya terjadi dalam realita, biasanya dibuat puitis, dibumdui musik-koor-tarian, dan panggung kosong tanpa hiasan yang melukiskan suatu realitas, misalnya drama karya Putu Wijaya. Naskah yang telah dipilih harus dicerna atau diolah, bahkan mungkin diubah, ditambah atau dikurangi disinkronkan dengan tujuan pementasan tafsiran sutradara, situasi pentas, kerabat kerja, peralatan, dan penonton yang dibayangkannya.
3.      Sutradara. Setelah naskah, faktor sutradara memegang peranan yang penting. Sutradara inilah yang bertugas mengkoordinasikan lalu lintas pementasan agar pementasannya berhasil. Ia bertugas membuat/mencari naskah drama, mencari pemeran, kerabat kerja, penyandang dana (produsen), dan dapat mensikapi calon penonton.
4.  Pemeran. Pemeran inilah yang harus menafsirkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Memang sutradaralah yang menentukannya, tetapi tanpa kepiawaian dalam mewujudkan pemeranannya, konsep peran yang telah digariskan sutradara berdasarkan naskah, hasilnya akan sia-sia belaka.
5.     Panggung. Secara garis besar variasi panggung dapat dibedakan menjadi dua kategori. Pertama, panggung yang dipergunakan sebagai pertunjukan sepenuhnya, sehingga semua penonton dapat mengamati pementasan secara keseluruhan dari luar panggung. Kedua, panggung berbentuk arena, sehingga memungkinkan pemain berada di sekitar penonton.
6.   Cahaya. Cahaya (lighting) diperlukan untuk memperjelas penglihatan penonton terhadap mimim pemeran, sehingga tercapai atau dapa mendukung penciptaan suasana sedih, murung, atau gembira, dan juga dapat mendukung keratistikan set yang dibangun di panggung.
7.      Bunyi (sound effect). Bunyi ini memegang peran penting. Bunyi dapat diusahakan secara langsung (orkestra, band, gamelan, dsb), tetapi juga dapat lewat perekaman yang jauh hari sudah disiapkan oleh awak pentas yang bertanggung jawab mengurusnya.
8.   Pakaian. Sering disebut kostm (costume), adalah pakaian yang dikenakan para pemain untuk membantu pemeran dalam menampilkan perwatakan tokoh yang diperankannya. Dengan melihat kostum yang dikenakannya para penonton secara langsung dapat menerka profesi tokoh yang ditampilkan di panggung (dokter, perawat, tentara, petani, dsb), kedudukannya (rakyat jelata, punggawa, atau raja), dan sifat sang tokoh trendi, ceroboh, atau cermat).
9.    Rias. Berkat rias yang baik, seorang gadis berumur 18 tahun dapat berubah wajah seakan-akan menjadi seorang nenek-nenek. Dapat juga wajah tampan dapat dipermak menjadi tokoh yang tampak kejam dan jelek. Semua itu diusahakan untuk lebih membantu para pemeran untuk membawakan perwatakan tokoh sesuai dengan yang diinginkan naskah dan tafsiran sutradara.
10.  Penonton. Dalam setiap pementasan faktor penonton perlu dipikirkan juga. Jika drama yang dipentaskan untuk para siswa sekolah sendiri, faktor mpenonton tidak begitu merisaukan. Apabila terjadi kekeliruan, mereka akan memaafkan, memaklumi, dan jika pun mengkritik nadanya akan lebih bersahabat. Akan tetapi, dalam pementasan untuk umum, hal seperti tersebut di atas tidak akan terjadi. Oleh karena itu, jauh sebelum pementasan sutradara harus mengadakan survei perihal calon penonton. Jika penontonnya ”ganas” awak pentas harus diberi tahu, agar lebih siap, dan tidak mengecewakan para penonton.

*Sumber: Inez Sartika Dewi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar