Selamat Datang! di Cafebahasa dan Drama-Bambang Setiawan-Blog Informasi Drama-Jangan lupa isikan Komentar Anda demi perbaikan ke depan-Kirim artikel Anda untuk diposting-bbg_cla@yahoo.com

Rabu, 18 Januari 2012

Pengertian Drama

Pengertian Drama

Teater (Bahasa Inggris "theater" atau "theatre", Bahasa Perancis "théâtre" berasal dari Bahasa Yunani "theatron", θέατρον, yang berarti "tempat untuk menonton") adalah cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari dan lain-lain. Ada juga yang mengatakan bahwa Teater berasal dari kata bahasa Yunani, theatron yang berarti tempat. Ada juga yang mengatakan teater sebagai panggung (stage). Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Univesitas Hofstra, New York, dalam bukunya,
Dynamics of Drama, mendefinisikan teater sebagai " yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu/atau ruang, menghadirkan diri mereka pada orang lain." Teater bisa juga berbentuk: opera, ballet, mime, kabuki, pertunjukan boneka, tari India klasik, opera Tiongkok, mummers play, improvisasi performance serta pantomim. Tapi, jika disandarkan secara etimologi, teater adalah gedung pertunjukan (prosenium). Dalam arti luas, teater merupakan kisah kehidupan manusia dan kemanusiaannya yang dipertunjukkan di depan orang banyak, misalnya: wayang orang (Jawa Tengah), ludruk, lenong, reog, dan dulmuluk. Sedangkan dalam arti sempit, teater merupakan kisah kehidupan manusia dan kemanusiaannya yang dituangkan dalam bentuk pementasan.
            Dilihat dari sejarah dan perkembangan drama di dunia dan di Indonesia, banyak ahli mengusulkan bahwa kata drama berakar dari bahasa Yunani, draomai, berarti berbuat, berlaku, bertindak (verba). Selain itu, drama bisa diartikan perbuatan atau tindakan (nomina). Dalam pengertian luas drama merupakan kualitas komunikasi, situasi, aksi dan emosi di atas pentas sehingga mampu menimbulkan perhatian, kehebatan (axciting), dan/atau ketegangan bagi para penonton. Senada, Prof. Alvin B. Keman dalam Wilson (1976) mengemukakan, “ The word drama derrives from a Greek root, the verb ‘dran’, meaning ‘to do’ or ‘to act’.” Artinya, kata drama berakar kata bahasa Yunani, kata kerjanya dran, berarti berlaku atau bertindak. Berdasarkan penafsiran para ahli lainnya, drama juga memiliki beberapa pengertian. Moulton misalnya, mendefinisikan drama sebagai hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Sementara, Ferdinand Brunetierre memberi kebebasan dalam drama untuk melahirkan kehendak dengan action. Selain itu, Balthazar Vallhagen pun membatasi drama sebagai kesenian untuk melukiskan sifat manusia dengan gerak. Dapat disimpulkan bahwa drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan penonton (audience). Dengan kata lain, drama berarti seni kehidupan manusia dan kemanusiaannya melalui gerak dan/atau dialog di atas panggung sebagai gambaran kehidupan itu sendiri.
            Drama merupakan kisah kehidupan manusia yang dipentaskan di atas pentas. Melihat drama penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat. Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik kehidupan mereka sediri. Drama adalah potret kehidupan manusia, suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan seni peran, aktor/aktris merupakan tulang punggung sebuah pementasan. Karenanya, Riantiarno (2003:45) berpendapat, “Hakikat seni peran adalah meyakinkan. Jika berhasil meyakinkan penonton bahwa apa yang tengah dilakukan aktor itu benar, itu sudah cukup.” Dengan kata lain, aktor harus mampu meyakinkan penonton bahwa peran yang dimaikannya itu merupakan tiruan dari kehidupannya yang sebenarnya. Sehubungan dengan itu, konsepsi teater merupakan salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatukan diri—diwujudkan dalam karya seni suara, tari, rupa, dan lainnya—menjadi jalinan cerita sebagai lukisan kehidupan. Maka dari itu, Grotowsky mengemukakan, “Inti teater adalah aktor, perbuatan-perbuatannya, dan apa yang dapat ia capai”. Dengan begitu, proses menjadi aktor harus diimplementasikan pada berbagai macam latihan yang didasari teori dan bakat (baca: pengalaman metodik) menuju akting yang jernih. Sehubungan dengan itu, akting yang baik tidak hanya terlihat pada dialog yang baik, tapi juga gerak yang baik. Ciri-ciri dialog yang baik, yakni terdengar (volume baik), jelas (artikulasi baik), dimengerti (lafal benar), dan menghayati (sesuai tuntutan peran dalam naskah). Sementara, ciri-ciri gerak yang baik, yakni terlihat (blocking baik), jelas (tidak ragu‑ragu, meyakinkan), dimengerti (sesuai logika), dihayati (sesuai tuntutan peran dalam naskah).
            Manajemen Pertunjukan adalah proses merencanakan dan mengambil keputusan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan sumber daya manusia, keuangan, fisik, dan informasi yang berhubungan dengan pertunjukan agar pertunjukan dapat terlaksana dengan lancar dan terorganisir.
            Secara etimologi, Hasibuan (2007:1) mendefinisikan bahwa manajemen berasal dari kata to manage yang berarti mengatur (merencanakan). Pada dasarnya, ada dua tujuan utama dalam memelajari manajemen. Pertama, agar orang atau kelompok dapat bekerja secara efisien. Maksudnya, mereka dapat bekerja dengan suatu cara atau metode sistematis sehingga segala sumber yang ada (tenaga, dana, dan peralatan) dapat digunakan lebih baik. Dengan begitu, akan tercapai hasil yang diharapkan. Dalam arti lain, efisiensi itu terjadi jika pengeluaran lebih kecil dari penghasilan, atau hasil yang diperoleh lebih besar dari penggunaan sumber yang ada. Kedua, tujuan memelajari manajemen agar dalam bekerja atau melakukan usaha dapat dicapai ketenangan, kelancaran, dan kelangsungan usaha itu sendiri).
            Berkaitan dengan pementasan drama/teater, manajemen dapat diterapkan pada berbagai usaha dan kegiatan dari sekelompok manusia dalam mencapai tujuan yang telah disepakatinya. Dengan begitu, dalam menangani suatu pementasan teater, semua faktor utama seperti orang-orang yang bekerja di belakang panggung, seniman pelaku, petugas gedung dan pelayan penonton sudah seharusnya memiliki komitmen bersama, yaitu menggalang kerja sama dan bekerja bersama-sama untuk keberhasilan pertunjukan. Di Indonesia, pengetahuan dan pengalaman manajemen mulai dibutuhkan dan diterapkan dalam penyelenggaraan suatu pertunjukan, ketika peran tontonan bergeser menjadi hiburan atau kesenian populer yang digarap secara profesional.
“Dalam bentuk yang lebih modern, pertunjukan teater diselenggarakan dengan cara yang profesional. Profesional dalam hal ini adalah adanya manajemen yang matang dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pascaproduksinya”. (Wijaya, 2007:192)
Petikan di atas mengandung maksud bahwa profesionalisme dalam teater yang ditawarkan Putu Wijaya meliputi pengelolaan suatu pertunjukan seni—agar tujuan pementasan teater khususnya; bisa berjalan lancar dan berhasil dengan baik—penerapan manajemen sebagai ilmu dan seni sangat diperlukan. Bukan semata-mata untuk tujuan komersil, tapi juga sebagai proses belajar. Dengan kata lain, ada beberapa hal pokok dan menjadi kunci dan sangat penting untuk dijadikan pegangan dalam mengatur jalannya suatu pertunjukan, di antaranya, sebelum mengadakan pertunjukan harus diketahui dahulu kapasitas pekerjaan yang akan dilakukan. Ini menyangkut masalah proses penentuan tujuan, perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengarahan atau penggerakan, serta pengawasan sampai tujuan.
Demikian juga dengan apa yang disebut dengan prinsip-prinsip manajemen, sebagai dalil-dalil umum manajemen mutlak harus dilaksanakan untuk dapat menjamin keberhasilan dalam mengelola suatu pertunjukan teater.

*sumber: Anggi Susilawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar